Banyak
hal yang menarik untuk dibicarakan mengenai kehidupan di pulau Lombok,
khususnya mengenai sejarah asal usul masyarakat, kerajaan yang pernah
ada, keyakinan dan agama, hingga objek wisata yang di tawarkan. Sehingga
dalam kesempatan ini saya mencoba mengangkat sebuah tema mengenai
beberapa hal yang ada di pulau Lombok. Berikut penjelasannya:
1. Pendahuluan
Lombok (penduduk pada tahun 1990: 2.403.025) adalah sebuah pulau di
kepulauan Sunda Kecil atau Nusa Tenggara yang terpisahkan oleh Selat
Lombok dari Bali di sebelah barat dan Selat Alas di sebelah timur dari
Sumbawa. Pulau ini kurang lebih bulat bentuknya dengan semacam “ekor” di
sisi barat daya yang panjangnya kurang lebih 70 km. Pulau ini luasnya
adalah 4.725 km² (sedikit lebih kecil daripada Bali). Kota utama di
pulau ini adalah Kota Mataram.
Selat Lombok menandai jalan masuk dari pemisah biogeografis antara
fauna di wilayah Indomalay dan perbedaan fauna yang sangat jelas di
Australasia dikenal dengan Wallace line, diambil dari nama penemunya
Alfred Russel Wallace.
Pemetaan pulau Lombok didominasi oleh stratovolcano Gunung Rinjani,
yang mencapai tinggi 3.726m (12.224 kaki), yang membuat Gunung Rinjani
menjadi gunung tertinggi ketiga di Indonesia. Di lembah Gunung Rinjani,
Anda akan menemukan hutan hijau yang rimbun, sawah dan air terjun yang
indah.
Pusat keramaian yang paling berkembang di sebelah barat adalah
Senggigi, tersebar 30 kilometer sepanjang jalan pantai disebelah utara
Mataram, Sementara para divers biasanya berkumpul bersama di Gili, yang
berada di pantai barat.
Bagian selatan dari pulau Lombok adalah tanah yang subur dimana
jagung, kopi, tembakau dan kapas tumbuh. Salah satu tujuan wisata yang
populer adalah Kuta, terkenal dengan pantai yang belum tersentuh dan
beberapa orang menganggap pantai ini adalah salah satu tempat
berselancar terbaik di dunia.
Dalam total area sebesar 4.752km2 (1.825 sq mi) terdapat 2.950.105
orang (2005), 85% adalah suku Sasak, yang awalnya diperkirakan berpindah
dari Jawa pada awal abad sebelum Masehi. Sejak populasi suku Sasak
mempelajari Islam, pemandangan di pulau Lombok mulai banyak dipenuhi
dengan Masjid-masjid dan menaranya, dan di desa tradisional suku Sasak,
Anda bisa menemukan kehidupan pedesaan dengan budayanya yang unik.
Penduduk lain termasuk 10-15% orang Bali, dengan selebihnya adalah orang
Cina, Arab, Jawa dan Sumbawa.
2. Sejarah awal mula
Era Pra Sejarah tanah Lombok tidak jelas karena sampai saat ini belum
ada data-data dari para ahli serta bukti yang dapat menunjang tentang
masa pra sejarah tanah Lombok ini.
Suku Sasak temasuk dalam ras tipe Melayu yang konon telah tinggal di
Lombok selama 2.000 tahun yang lalu dan diperkirakan telah menduduki
daerah pesisir pantai sejak 4.000 tahun yang lalu. Dengan demikian
perdagangan antar pulau sudah aktif sejak zaman tersebut dan bersamaan
dengan itu saling mempengaruhi antarbudaya juga telah menyebar.
Lombok Mirah Sasak Adi adalah salah satu kutipan dari kita
Negarakertagama, sebuah kitab yang memuat tentang kekuasaan dan
pemerintahaan kerajaan Majapahit. Kata “Lombok” dalam bahasa kawi
berarti lurus atau jujur, kata “mirah” berarti permata, kata “sasak”
berarti kenyataan, dan kata “adi” artinya yang baik atau yang utama.
Maka arti keseluruhannya yaitu kejujuran adalah permata kenyataan yang
baik atau utama. Makna filosofi itulah mungkin yang selalu di idamkan
leluhur penghuni tanah Lombok yang tercipta sebagai bentuk kearifan
lokal yang harus dijaga dan dilestariakan oleh anak cucunya (
Sasak children).
Dalam kitab – kitab lama, nama Lombok dijumpai disebut Lombok mirah dan
Lombok adi . Beberapa lontar Lombok juga menyebut Lombok dengan gumi
selaparang atau selapawis.
Asal-usul penduduk pulau Lombok terdapat di beberapa versi, salah
satunya yaitu kata “sasak” secara etimilogis menurut Dr. Goris. s.
berasal dari kata “sah” yang berarti pergi dan “shaka” yang berarti
leluhur. Berarti pergi ke tanah leluhur orang Sasak (Lombok). Dari
etimologis ini di duga leluhur orang Sasak adalah orang Jawa. Terbukti
pula dari tulisan Sasak yang oleh penduduk Lombok disebut Jejawan, yakni
aksara Jawa yang selengkapnya diresepsi oleh kesusastraan Sasak.
Sasak traditional merupakan etnis mayoritas penghuni pulau Lombok,
suku Sasak merupakan etnis utama meliputi hampir 95% penduduk
seluruhnya. Bukti lain juga menyatakan bahwa berdasarkan prasasti tong –
tong yang ditemukan di Pujungan, Bali, Suku Sasak sudah menghuni pulau
Lombok sejak abad IX sampai XI Masehi, Kata Sasak pada prasasti tersebut
mengacu pada tempat suku bangsa atau penduduk seperti kebiasaan orang
Bali sampai saat ini sering menyebut pulau Lombok dengan gumi sasak yang
berarti tanah, bumi atau pulau tempat bermukimnya orang Sasak.
Sejarah Lombok tidak lepas dari silih bergantinya penguasaan dan
peperangan yang terjadi di dalamnya baik konflik internal, yaitu
peperangan antar kerajaan di Lombok maupun ekternal yaitu penguasaan
dari kerajaan di luar pulau Lombok. Perkembangan era Hindu, Buddha,
memunculkan beberapa kerajaan seperti Selaparang Hindu, dan Bayan.
Kerajaan-kerajaan tersebut dalam perjalannya di tundukan oleh penguasa
dari kerajaan Majapahit saat ekspedisi Gajah Mada di abad XIII – XIV dan
penguasaan kerajaan Gel – Gel dari Bali pada abad VI.
Antara Jawa, Bali dan Lombok mempunyai beberapa kesamaan budaya
seperti dalam bahasa dan tulisan. Jika di telusuri asal – usul mereka
banyak berakar dari Hindu Jawa. Hal itu tidak lepas dari pengaruh
penguasaan kerajaan Majapahit yang kemungkinan mengirimkan anggota
keluarganya untuk memerintah atau membangun kerajaan di Lombok. Pengaruh
Bali memang sangat kental dalam kebudayaan Lombok hal tersebut tidak
lepas dari ekspansi yang dilakukan oleh kerajaan Bali sekitar tahun 1740
di bagian barat pulau Lombok dalam waktu yang cukup lama. Sehingga
banyak terjadi akulturasi antara budaya lokal dengan kebudayaan kaum
pendatang. Hal tersebut dapat dilihat dari terjelmanya genre – genre
campuran dalam kesenian. Banyak genre seni pertunjukan tradisional
berasal atau diambil dari tradisi seni pertunjukan dari kedua etnik.
Sasak dan Bali saling mengambil dan meminjam sehingga terciptalah genre
kesenian baru yang menarik dan saling melengkapi.
Gumi Sasak silih berganti mengalami peralihan kekuasaan hingga ke era
Islam yang melahirkan kerajaan Islam Selaparang dan Pejanggik. Ada
beberapa versi masuknya Islam ke Lombok sepanjang abad XVI Masehi. Yang
pertama berasal dari Jawa dengan cara Islam masuk lewat Lombok timur.
Yang kedua peng-Islaman berasal dari Makassar dan Sumbawa. Ketika ajaran
tersebut diterima oleh kaum bangsawan ajaran tersebut dengan cepat
menyebar ke kerajaan–kerajaan di Lombok timur dan Lombok tengah.
Mayoritas etnis sasak beragama Islam, namun demikian dalam
kenyataanya pengaruh Islam juga berakulturasi dengan kepercayaan lokal
sehingga terbentuk aliran seperti wektu telu, jika dianalogikan seperti
abangan di Jawa. Pada saat ini keberadaan wektu telu sudah kurang
mendapat tempat karena tidak sesuai dengan syariat Islam. Pengaruh Islam
yang kuat menggeser kekuasaan Hindu di pulau Lombok, hingga saat ini
dapat dilihat keberadaannya hanya di bagian barat pulau Lombok saja
khususnya di kota Mataram.
Silih bergantinya penguasaan di Pulau Lombok dan masuknya pengaruh
budaya lain membawa dampak semakin kaya dan beragamnya khasanah
kebudayaan Sasak. Sebagai bentuk dari Pertemuan (difusi, akulturasi,
inkulturasi) kebudayaan. Seperti dalam hal kesenian, bentuk kesenian di
Lombok sangat beragam. Kesenian asli dan pendatang saling melengakapi
sehingga tercipta genre-genre baru. Pengaruh yang paling terasa
berakulturasi dengan kesenian lokal yaitu kesenian bali dan pengaruh
kebudayaan Islam. Keduanya membawa kontribusi yang besar terhadap
perkembangan kesenian-kesenian yang ada di Lombok hingga saat ini.
Implementasi dari pertemuan kebudayaan dalam bidang kesenian yaitu, yang
merupakan pengaruh Bali; Kesenian Cepung, cupak gerantang, Tari
jangger, Gamelan Thokol, dan yang merupakan pengaru Islam yaitu kesenian
Rudad, Cilokaq, Wayang Sasak, Gamelan Rebana.
3. Kajian tentang kerajaan-kerajaan di Lombok
Di antara sumber sejarah yang bisa digunakan untuk menjelaskan asal usul
dari Lombok adalah Babad Lombok. Menurut Babad Lombok, kerajaan tertua
di pulau Lombok bernama Kerajaan Laeq. Tapi, sumber lain, yaitu Babad
Suwung menyatakan bahwa, bahwa kerajaan tertua di Lombok adalah kerajaan
Suwung yang dibangun dan diperintah oleh Raja Betara Indera. Setelah
Kerajaan Suwung ini surut, baru muncul Kerajaan Lombok. Mana yang benar,
Laeq atau Suwung? Semuanya masih dalam perdebatan.
Secara selintas, urutan berdirinya kerajaan-kerajaan di daerah ini
bisa dirunut sebagai berikut, dengan catatan bahwa ini bukan
satu-satunya versi yang berkembang. Pada awalnya, kerajaan yang berdiri
adalah Laeq. Diperkirakan, posisinya berada di kecamatan Sambalia,
Lombok Timur. Dalam perkembangannya, kemudian terjadi migrasi,
masyarakat Laeq berpindah dan membangun sebuah kerajaan baru, yaitu
kerajaan Pamatan, di Aikmel, desa Sembalun sekarang. Lokasi desa ini
berdekatan dengan Gunung Rinjani. Suatu ketika, Gunung Rinjani meletus,
menghancurkan desa dan kerajaan yang berada di sekitarnya. Para penduduk
menyebar menyelamatkan diri ke wilayah aman. Perpindahan tersebut
menandai berakhirnya kerajaan Pamatan.
Setelah Pamatan berakhir, muncullah kerajaan Suwung yang didirikan
oleh Batara Indera. Lokasi kerajaan ini terletak di daerah Perigi saat
ini. Setelah kerajaan Suwung berakhir, barulah kemudian muncul kerajaan
Lombok. Seiring perjalanan sejarah, kerajaan Lombok kemudian mengalami
kehancuran akibat serangan tentara Majapahit pada tahun 1357 M. Raden
Maspahit, penguasa kerajaan Lombok melarikan diri ke dalam hutan. Ketika
tentara Majapahit kembali ke Jawa, Raden Maspahit keluar dari hutan dan
mendirikan kerajaan baru dengan nama Batu Parang. Dalam
perkembangannya, kerajaan ini kemudian lebih dikenal dengan nama
Selaparang.
Berkaitan dengan Selaparang, kerajaan ini terbagi dalam dua periode:
pertama, periode Hindu yang berlangsung dari abad ke-13 M, dan berakhir
akibat ekspedisi kerajaan Majapahit pada tahun 1357 M; dan kedua,
periode Islam, berlangsung dari abad ke-16 M, dan berakhir pada abad
ke-18 (1740 M), setelah ditaklukkan oleh pasukan gabungan kerajaan
Karang Asem, Bali dan Banjar Getas.
Sebelum Abad ke 16 Lombok berada dalam kekuasan Majapahit, dengan
dikirimkannya Maha Patih Gajah Mada ke Lombok. Pada akhir abad ke 16
sampai awal abad ke 17, lombok banyak dipengaruhi oleh Jawa Islam
melalui dakwah yang dilakukan oleh Sunan Giri, juga dipengaruhi oleh
Makassar. Hal ini yang menyebabkan perubahan agama di suku Sasak, yang
sebelumnya Hindu menjadi Islam.
Pada awal abad ke 18 M, Lombok ditaklukkan oleh kerajaan Gel Gel
Bali. Peninggalan Bali yang sangat mudah dilihat adalah banyaknya
komunitas Hindu Bali yang mendiami daerah Mataram dan Lombok Barat.
Beberapa Pura besar juga gampang di temukan di kedua daerah ini. Lombok
berhasil bebas dari pengaruh Gel Gel setelah terjadinya pengusiran yang
dilakukan kerajaan Selapang (Lombok Timur) dengan dibantu oleh kerajaan
yang ada di Sumbawa (pengaruh Makassar). Beberapa prajurit Sumbawa
kabarnya banyak yang akhirnya menetap di Lombok Timur, terbukti dengan
adanya beberapa desa di Tepi Timur Laut Lombok Timur yang penduduknya
mayoritas berbicara menggunakan bahasa Samawa.
Uraian di atas setidaknya bisa menunjukkan bahwa, kerajaan-kerajaan
tersebut benar-benar ada, pernah berdiri, berkembang kemudian runtuh.
Bagaimana informasi selanjutnya, seperti kehidupan sosial budaya
masyarakat awam dan keluarga istana saat itu? Data sejarah yang ada
belum banyak mengungkap fakta tersebut.
Menurut Lalu Djelenga, catatan sejarah yang lebih berarti mengenai
kerajaan-kerajaan di Lombok dimulai dari masuknya ekspedisi Majapahit
tahun 1343 M, di bawah pimpinan Mpu Nala. Ekspedisi Mpu Nala ini dikirim
oleh Gajah Mada sebagai bagian dari usahanya untuk mempersatukan
seluruh Nusantara di bawah bendera Majapahit. Pada tahun 1352 M, Gajah
Mada datang ke Lombok untuk melihat sendiri perkembangan daerah
taklukannya.
Menurut Djelenga, ekspedisi Majapahit ini meninggalkan jejak kerajaan
Gel gel di Bali. Sedangkan di Lombok, berdiri empat kerajaan utama yang
saling bersaudara, yaitu: kerajaan Bayan di barat, kerajaan Selaparang
di Timur, kerajaan Langko di tengah, dan kerajaan Pejanggik di selatan.
Selain keempat kerajaan tersebut, terdapat beberapa kerajaan kecil,
seperti Parwa dan Sokong Samarkaton serta beberapa desa kecil, seperti
Pujut, Tempit, Kedaro, Batu Dendeng, Kuripan, dan Kentawang. Seluruh
kerajaan dan desa ini takluk di bawah Majapahit. Ketika Majapahit
runtuh, kerajaan dan desa-desa ini kemudian menjadi wilayah yang
merdeka.
Di antara kerajaan dan desa-desa di atas, yang paling terkemuka dan
paling terkenal adalah kerajaan Lombok yang berpusat di Labuhan Lombok.
Pusat kerajaan ini terletak di Teluk Lombok yang strategis, sangat indah
dengan sumber air tawar yang banyak. Posisi strategis dan banyaknya
sumber air menyebabkannya banyak dikunjungi pedagang dari berbagai
negeri, seperti Palembang, Banten, Gresik, dan Sulawesi. Berkat
perdagangan yang ramai, maka kerajaan Lombok berkembang dengan cepat.
Kedatangan Penjajah Belanda
Belanda telah datang dan berhasil menundukkan banyak kerajaan di
nusantara. Watak imperialisme Belanda yang ingin menguasai seluruh jalur
perdagangan di nusantara telah menimbulkan kemarahan Kerajaan Gowa di
Sulawesi. Jalur perdagangan di utara telah dikuasai oleh Belanda. Untuk
mencegah jatuhnya jalur selatan, kemudian Gowa berinisiatif menutup
jalur selatan dengan menguasai Pulau Sumbawa dan Selaparang. Kedatangan
penjajah Eropa juga membawa misi kristenisasi, karena itu, Gowa kemudian
menaklukkan Flores Barat dan mendirikan Kerajaan Manggarai untuk
mencegah kristenisasi tersebut.
Ekspansi Gowa menimbulkan kekhawatiran Gelgel. Untuk mencegah agar
Gelgel tidak dimanfaatkan Belanda, maka Gowa kemudian mengadakan
perjanjian dengan Gelgel tahun 1624 M, yang disebut Perjanjian Sagining.
Dalam perjanjian diatur, Gelgel tidak akan mengadakan perjanjian
kerjasama dengan Belanda, sementara Gowa akan melepaskan kekuasaannya
atas Selaparang. Perjanjian ini tidak berlangsung lama, karena
masing-masing pihak melanggar isi perjanjian tersebut.
Untuk mengimbangi Gelgel yang bekerjasama dengan Belanda, kemudian
Gowa bekerjasama dengan Mataram di Jawa. Selanjutnya, dalam usaha untuk
memperebutkan hegemoni, akhirnya pecah peperangan antara Gowa dan
Belanda di Lombok. Dalam perang tersebut, Gowa mengalami kekalahan,
hingga terpaksa menandatangani perjanjian dengan Belanda di Bungaya.
Bungaya merupakan sebuah tempat yang terletak dekat pusat Kerajaan
Gelgel di Klungkung, Bali, dan merupakan simbol dari dekatnya hubungan
antara Gelgel dengan Belanda.
Konsekwensi kekalahan Gowa dari Belanda adalah, Gowa harus melepaskan
seluruh daerah kekuasaannya di Lombok, Sumbawa dan Bima. Memanfaatkan
kekosongan Gowa tersebut, Gelgel kembali mencoba menaklukkan Selaparang,
namun selalu menemui kegagalan.
Walaupun Selaparang telah berhasil mengalahkan Gelgel, namun, wilayah
kerajaan ini belum sepenuhnya aman dari ancaman eksternal. Dalam
perkembangannya, kemudian berdiri dua kerajaan baru pada tahun 1622 M,
yaitu Kerajaan Pagutan dan Pagesangan. Untuk mengantisipasi ancaman,
kemudian Selaparang menempatkan sepasukan kecil tentara untuk menjaga
perbatasan di bawah pimpinan Patinglaga Deneq Wirabangsa.
Ternyata, kehancuran Selaparang bukan karena serangan dua kerajaan
kecil ini, tapi akibat serangan ekspedisi tentara Kerajaan Karang Asem
tahun 1672 M. Pusat Kerajaan Selaparang rata dengan tanah, sementara
keluarga kerajaan semuanya terbunuh. Sejak saat itu, Kerajaan Karang
Asem menjadi penguasa tunggal di Lombok.
4. Kehidupan Sosial Budaya
Di masa Prabu Rangkesari, Lombok (Selaparang) mencapai masa kejayaannya.
Saat itu, kehidupan budaya berkembang pesat. Para cerdik pandai dari
Selaparang menguasai dengan baik bahasa Kawi, bahasa yang berkembang di
nusantara ketika itu. Berkat kemajuan dalam dunia sastra tersebut,
akhirnya, para cendekiawan Selaparang berhasil menciptakan aksara baru,
yaitu aksara Sasak yang disebut Jejawen.
Dengan bekal pengetahuan bahasa Kawi, Sasak dan aksara Sasak, para
sastrawan Selaparang banyak mengarang, menggubah, mengadaptasi, atau
menyalin sastra Jawa kuno ke dalam lontar-lontar Sasak. Di antara
lontar-lontar tersebut adalah Kotamgama, Lapel Adam, Menak Berji dan
Rengganis. Selain itu, para pujangga juga banyak menyalin dan
mengadaptasi ajaran sufi para walisongo. Salinan dan adaptasi tersebut
tampak dalam lontar-lontar yang berjudul Jatiswara, Lontar Nursada dan
Lontar Nurcahya. Bahkan hikayat-hikayat Melayu pun banyak yang disalin
dan diadaptasi, seperti Lontar Yusuf, Hikayat Amir Hamzah dan Hikayat
Sidik Anak Yatim.
Kajian yang lebih mendalam terhadap lontar-lontar tersebut akan mampu
mengungkap kondisi sosial, budaya dan politik masyarakat Lombok pada
saat itu. Dalam bidang sosial politik misalnya, Lontar Kotamgama
menggariskan sifat dan sikap seorang pemimpin, yakni Danta, Danti,
Kusuma, dan Warsa. Danta berarti gading gajah, artinya, apabila
dikeluarkan, tidak mungkin dimasukkan lagi; Danti berarti ludah,
artinya, apabila sudah dilontarkan ke tanah, tidak mungkin dijilat lagi;
Kusuma berarti kembang, artinya, bunga yang sama tidak mungkin mekar
dua kali; Warsa artinya hujan, artinya, apabila telah jatuh ke bumi,
tidak mungkin naik kembali menjadi awan. Itulah sebabnya, seorang raja
atau pemimpin hendaknya berhati-hati dalam setiap tindakan, agar tidak
melakukan banyak kesalahan.
Demikianlah, Kerajaan Selaparang muncul, berkembang kemudian runtuh.
Walaupun demikian, sisa-sisa peradaban tulis yang ditinggalkannya
menunjukkan bahwa, kehidupan budaya di negeri ini cukup semarak dan
berkembang.
5. Suku di Lombok (suku Sasak)
Jika diperhatikan secara fisik, suku Sasak ini lebih mirip orang Bali
dibandingkan orang Sumbawa. Dari aspek ini bisa jadi orang Sasak berasal
dari Bali. Sekarang tinggal di cari orang Bali berasal dari mana?
Berikut ini adalah foto-foto sejarah koleksi
Tropen Museum Royal Tropical Institut sekitar abad 18-19, yang memuat kehidupan sosial masyarakat Lombok di zaman kolonial Belanda:
Foto 1: Raja Lombok
Foto 2: Raja Mantang
Foto 3: Suku di Lombok 1
Foto 4: Suku di Lombok 2
Foto 5: Suku di Lombok 3
Foto 6: Masyarakat dusun Sakre tahun 1897
Foto 7: Masyarakat Cakranegara
Foto 8: Tarian Gendang Beleq
Foto 9: Nyonya kompeni di pasar Ampenan
Bukti otentik suku Sasak
Beberapa minggu yang lalu, ada seorang yang mengirimkan ke saya sebuah
bukti otentik asal usul suku Sasak yang disimpan keluarganya di Lombok
Tengah. Bukti tersebut berupa silsilah keluarga yang berujung pada
sebuah nama: Datu Pangeran Djajing Sorga (dari Majapahit, Kabangan, Jawa
Timur). Dari bukti otentik tersebut, jelaslah terlihat bahwa suku Sasak
yang mendiami Pulau Lombok, sebenarnya berasal dari Jawa.
Bahasa
Bahasa Sasak, terutama aksara (bahasa tertulis) nya sangat dekat dengan
aksara Jawa dan Bali, sama sama menggunakan aksara Ha Na Ca Ra Ka …dst.
Tapi secara pelafalan cukup dekat dengan Bali.
Menurut Ethnologue yang mengumpulkan semua bahasa di dunia, bahasa
Sasak merupakan keluarga (Languages Family) dari Austronesian
Malayo-Polynesian (MP), Nuclear MP, Sunda-Sulawesi dan Bali-Sasak.
Sementara kalau kita perhatikan secara langsung, bahasa Sasak yang
berkembang di Lombok ternyata sangat beragam, baik dialek (cara
pengucapan) maupun kosa katanya. Ini sangat unik dan bisa menunjukkan
banyaknya pengaruh dalam perkembangannya. Saat Pemerintah Kabupaten
Lombok Timur ingin membuat Kamus Sasak saja, mereka kewalahan dengan
beragamnya bahasa Sasak yang ada di lombok Timur, walaupun secara umum
bisa diklasifikasikan ke dalam: Kuto-Kute (Lombok Bagian Utara),
Ngeto-Ngete (Lombok Bagian Tenggara), Meno-Mene (Lombok Bagian Tengah),
Ngeno-Ngene (Lombok Bagian Tengah), Mriak-Mriku (Lombok Bagian Selatan).
Dari aspek bahasa, Papuk Bloq, bisa jadi berasal dari Jawa
(Malayo-Polynesian), Vitname atau Philipine ( Austronesian), atau dari
Sulawesi (Sunda-Sulawesi). Semoga Dewan Adat Sasak segera menerbitakan
buku Sejarah Sasak dan merampungkan Kamus Bahasa Sasak.
6. Kehidupan Spiritual di Lombok
Pengaruh Hindu – Buddha
Ajaran Hindu-Bali dibawa langsung oleh pemeluknya, para imigran dari
Pulau Bali sejak permualaan abad ke 17 Masehi. Hindu-Bali adalah
sinkretisasi ajaran Hindu-Buddha, yang juga disebut Siwa-Buddha. Menurut
Sartono Kartodirjo (1975).
Foto 10: Pura Milu Kelepuk, Lombok
Sebelum imigran dari Bali datang, pulau yang molek dan subur ini,
dinamakan Gumi Selaparang dan di huni oleh orang Sasak. Sampai abad ke
17, terdapat dua buah kerajaan Sasak yaitu Kerajaan Pejanggik di Lombok
Tengah sebagai kerajaan pedalaman dan kerajaan Selaparang sebagai
kerajaan pesisir yang ibu kotanya di Kayangan, Labuhan Lombok di Lombok
Timur.
Memasuki abad ke 17 (1600an), secara bergelombang imigran dari Karang
Asem- Bali datang ke Pulau Lombok untuk membuka lahan pertanian dan
mendirikan pemukiman. Penduduk baru ini datang, selain karena kerajaanya
diganggu oleh kerajaan kerajaan tetangganya di Bali, juga karena
wilayah tofografinya kurang menguntungkan untuk pertanian, dengan
kawasan tanah perbukitan. Pemukiman-pemukiman itu dikenal dengan nama
Sengkongok (di kaki Gunung Pengsong), Pagutan, Pagesangan, dan Mataram
(di Kodya Mataram) dan Tanaq Embet (di Senggigi).
Pengaruh Islam
Pada awal mula masuknya agama Islam ke Pulau Lombok, penduduknya banyak
yang menganut Animisme, tapi datangnya salah seorang kiyai dari Jawa
yaitu Sunan Prapen maka beberapa tempat yang menjadi basisnya masih bisa
ditemukan sampai sekarang.
Dalam hal penyebaran agama islam, mula-mula peranan para sufi sangat
menentukan disamping para pedagang yang berasal dari Gujarat, India.
Para sufi itu datang dari Pulau Jawa yang banyak membawa pengaruh dari
Wali Songo. Kemudian menyusul dari ajaran-ajaran tarekat syaikh Yusu
Makassar, dll. Dari sumber ajaran Syaikh Yusuf, ada yang diterima
langsung pada saat beliau berada di Banten atau dari para pengikut
pengikutnya di Nusantara. Sedangkan dari syaikh yang lain diterima
langsung di Makkah pada saat para tuan guru dari Lombok, melaksanakan
ibadah haji dan bermukim disana beberapa tahun untuk memperdalam
ilmunya.
Para Sufi yang menyebarkan Islam yang berasal dari pengaruh Wali
Songo meninggalkan kelompok masyarakat yang kemudian disebut Watu/Wektu
Telu (Waktu Tiga) untuk membedakannya dengan yang lain, yang telah
mengalami proses Islamisasi, yaitu Islam Waktu Lima.
***
Tambahan: Uraian tentang Islam Watu/Wektu/waktu Telu dan Islam Watu/Wektu/waktu Lima, oleh: N. Argawa
Hal yang menarik dari pemeluk agama Islam di kalangan orang Sasak di
Lombok adalah adanya dua golongan yaitu Islam Watu/Wektu/waktu Telu
(Tiga) dan Islam Watu/Wektu/waktu Lima. Pemeluk Islam Watu/Wektu Telu
diabstraksikan sebagai orang-orang Sasak yang tidak menjalankan ajaran
Islam secara utuh sebagaimana diamanatkan dalam Al-Qur’an dan Hadist.
Sedangkan pemeluk Islam Waktu Lima adalah orang-orang Sasak yang
melaksanakan ajaran Islam secara utuh.
Menurut beberapa sumber disebutkan bahwa ketidakutuhan yang
dimaksudkan antara lain: (a) pemeluk Islam Watu/Wektu/waktu Telu tidak
melaksanakan rukun Islam (syahadat, sembahyang, puasa, zakat, Haji)
secara utuh melainkan hanya tiga rukun saja yakni syahadat, sembahyang
dan puasa. Tiga rukun itu pun tidak juga dilaksanakan secara utuh.
Syahadat sebagai sumpah atau komitmen bahwa Allah adalah satu dan Nabi
Muhammad adalah utusan-Nya hanya diucapkan pada saat upacara perkawinan
yakni oleh mempelai laki-laki dengan tuntunan kyai atau penghulu. Dalam
hal sembahyang hanya melaksakan tiga rukun sembahyang yaitu pada hari
Jumat, pada hari Lebaran (Lebaran Haji/Idul Adha) dan Lebaran Puasa/Idul
Fitri), dan pada saat orang meninggal. Sembahyang Jumat pun bukan
sembahyang lima waktu (Subuh, Zuhur, Ashar, Magrib, dan Isa) melainkan
hanya tiga waktu saja yakni Ashar, Magrib, dan Isa. Kewajiban sembahyang
hanya dilaksanakan oleh para pemimpin agamanya yaitu Kyai sedangkan
pengikutnya hanya menjalankan perintah dari Kyai. Sebagai imbalan, para
pengikutnya memberikan zakat fitrah dan sedekah kepada para Kyai pada
hari-hari tertentu. Jabatan Kyai ini bersifat turun-temurun.
Pengangkatannya dilakukan di Mesjid dengan sebuah upacara yang dihadiri
oleh semua pengikutnya.
Di Sembalun (Lombok Timur bagian Utara), pengangkatan Kyai baru
melalui pentasbihan oleh seorang pemangku dengan cara menyiramkan air
yang diambil dari Danau Segara Anak. Jumlah Kyai dalam satu desa lebih
dari tiga orang, tergantung pada banyaknya jumlah penduduk. Di antara
Kyai-kyai itu, ada seorang Pengulu yang diangkat berdasarkan kesepakatan
bersama. Pengulu itu bertugas memimpin upacara agama dan upacara adat
di mesjid maupun di luar mesjid antara lain: upacara ngurisang,
khitanan, kematian, pertanian, metulak, ngayu-ayu atau neda, dan
lain-lain. Sebagaimana telah disinggung juga di atas, diantara jabatan
Pengulu dan kiyai sebagai pemimpin agama, juga terdapat jabatan
Pemangku. Tugas Pemangku berhubungan dengan pemujaan roh nenek moyang.
Di samping itu Pemangku juga bertugas memelihara tempat-tempat suci,
seperti pedewa’ atau kemali’. Tidak jarang seorang Pemangku juga
berprofesi sebagai dukun (bahasa Sasak: belian).
Dalam hal puasa, pemeluk Islam Watu/Wektu/waktu Telu tidak melaksakan
ibadah puasa selama sebulan penuh melainkan hanya puasa tiga hari saja
yakni pada saat permulaan bulan puasa, pada saat pertengahan bulan
puasa, dan pada penghujung bulan puasa (Ramadan/Lebaran). Di samping
ajaran-ajaran yang bersumber kepada Islam seperti disebutkan di atas,
pemeluk Islam Watu/Wektu/waktu Telu juga menganut kepercayaan yang
bersumber dari pra Islam yaitu pemujaan terhadap roh-roh nenek moyang.
Gunung Rinjani dianggap sebagai gunung yang suci tempat bersemayamnya
para dewa dan roh-roh nenek moyang. Di Gunung Rinjani terdapat sebuah
danau yang disebut danau Segara Anak. Air danau itu diyakini sebagai air
yang suci dan dapat memberi berkah bagi kehidupan umat manusia. Oleh
karena itu disimpulkan bahwa Agama IslamWatu/ Waktu/waktu Telu di Lombok
merupakan perpaduan antara agama pra Islam, baik animisme/dinamisme,
budhisme, maupun Hinduisme, dengan ajaran Islam sehingga menimbulkan
ajaran baru yaitu Islam Watu/Wektu/waktu Telu yang oleh pemeluk Islam
Watu/Wektu/waktu Lima dikatakan menyimpang dari ajaran Islam yang
sebenarnya (Tawalinuddin Haris, 1978: 9-10; Monografi NTB, 1977: 80;
Erni Budiwanti, 2000: 133-134).
***
Ketika Raja Lombok Prabu Mumbul meninggal dunia, ia digantikan oleh
Prabu Rangkesari. Di masa pemerintahan Rangkesari ini, putera Sunan Ratu
Giri yang bernama Pangeran Prapen datang ke Kerajaan Lombok untuk
melakukan Islamisasi. Berdasarkan Babad Lombok, Islamisasi ini merupakan
upaya Raden Paku (Sunan Ratu Giri) dari Gresik untuk menyebarkan Islam
ke berbagai wilayah di Nusantara.
Pangeran Prapen melakukan Islamisasi di Lombok dengan kekuatan
senjata. Setelah orang-orang Lombok masuk Islam, ia kemudian meneruskan
upaya Islamisasi ke Bima dan Sumbawa. Sepeninggal Pangeran Prapen,
masyarakat Lombok kembali ke agama asal, paganisme. Hal ini disebabkan
kaum perempuan Lombok banyak yang belum memeluk Islam, sehingga berhasil
mempengaruhi keluarganya agar kembali ke agama asal.
Setelah berhasil mendapatkan kemenangan di Sumbawa dan Bima, Pangeran
Prapen kembali ke Lombok. Dengan bantuan Raden Sumuliya dan Raden
Salut, Pangeran Prapen kemudian menyusun gerakan dakwah baru untuk
mengislamkan Lombok dan berhasil mencapai kesuksesan. Seluruh pulau
Lombok berhasil diislamkan, kecuali di beberapa tempat. Masyarakat yang
menolak masuk Islam kemudian menyingkir ke gunung-gunung, atau menjadi
orang taklukan.
Selain Islamisasi, peristiwa besar lainnya yang terjadi di masa
pemerintahan Prabu Rangkesari adalah pemindahan ibukota kerajaan, dari
Labuhan ke desa Selaparang. Pemindahan ibukota ini merupakan inisiatif
Patih Banda Yuda dan Patih Singa Yuda, dengan alasan, letak desa
Selaparang lebih strategis dan aman dibanding Labuhan. Dengan
berpindahnya Kerajaan Lombok ke Selaparang, maka, kemudian kerajaan ini
juga dikenal dengan nama Kerajaan Selaparang.
Dalam uraian sebelumnya dikemukakan bahwa, Kerajaan Selaparang
terbagi dua periode yaitu (1) periode Hindu dan, (2) periode Islam.
Tampaknya, yang dimaksud dengan periode kedua Kerajaan Selaparang
(periode Islam) adalah Kerajaan Lombok yang memindahkan ibukota ke
Selaparang, sehingga disebut Kerajaan Selaparang.
Kerajaan Lombok atau Selaparang ini terus berkembang, sehingga
Kerajaan Gelgel di Bali merasa mendapat saingan. Karena itu, Gelgel yang
merasa sebagai pewaris kebesaran Majapahit kemudian menyerang Lombok
(Selaparang) pada tahun 1520 M. Namun, serangan ini berhasil digagalkan
oleh Selaparang. Dalam perkembangannya, Kerajaan Gelgel sendiri kemudian
juga mengalami kemunduran.
7. Pariwisata di pulau Lombok
Kalau kita lihat dari aspek sejarah, orang Sasak bisa jadi berasal Jawa,
Bali, Makassar dan Sumbawa. Tapi bisa juga ke empat etnis tersebut
bukan Papuk Bloq orang sasak, melainkan hanya memberi pengaruh besar
pada perkembangan Suku Sasak.
Pulau Lombok yang memiliki luas 473.780 hektare ini tak hanya
menyimpan kekayaan wisata alam semata. Bicara Pulau Lombok maka pikiran
menerawang ke hamparan pantai Senggigi yang eksotis, indah, dan menawan.
Pantai berpasir putih dengan deburan ombak kecilnya ini sayang untuk
dilewatkan. Tak heran bila banyak wisatawan mancanegara maupun wisatawan
Nusantara menyinggahinya.
Lombok dalam banyak hal mirip dengan Bali, dan pada dasawarsa tahun
1990-an mulai dikenal wisatawan mancanegara. Namun dengan munculnya
krismon dan krisis-krisis lainnya, potensi pariwisata agak terlantarkan.
Lalu pada awal tahun 2000 terjadi kerusuhan antar-etnis dan antar agama
di seluruh Lombok sehingga terjadi pengungsian besar-besaran kaum
minoritas. Mereka terutama mengungsi ke pulau Bali.
Berikut beberapa objek wisata di Lombok yang sayang dilewatkan. Diantaranya:
1)
Wisata Alam
a)
Mataram dan Cakranegara
Kota Mataram adalah ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Barat, Indonesia.
Kota Mataram terdiri dari 6 (Enam) Kecamatan yaitu Kecamatan Ampenan,
Cakranegara, Mataram, Pejanggik, Selaparang, Sekarbela, dengan 50
kelurahan dan 297 Lingkungan. Kota Mataram terletak pada 08° 33’ – 08°
38’ Lintang selatan dan 116° 04’ – 116° 10’ Bujur Timur. Selain ibukota
propinsi, Mataram juga telah menjadi pusat pemerintahan, pendidikan,
perdagangan, industri dan jasa, serta saat ini sedang dikembangkan untuk
menjadi kota pariwisata.
Keberadaan berbagai fasilitas penunjang seperti fasilitas perhubungan
seperti Bandara Internasional Selaparang sebagai pintu masuk Lombok
melalui udara, pusat perbelanjaan, dan jalur transportasi yang
menghubungkan antar kabupaten dan propinsi inilah yang menjadi
pertimbangan dalam pengembangan Kota Mataram menjadi kota pariwisata.
Mataram sebelumnya merupakan bagian dari Kabupaten Lombok Barat sebelum
terjadi pemekaran wilayah. Kini, ibukota Kabupaten Lombok Barat di
pindahkan ke Giri Menang Gerung.
b)
Narmada
Taman Narmada, 11 kilometer di timur kota Mataram, dibangun pada tahun
1727 oleh Raja Anak Agung Gede Ngurah Karang Asem sebagai taman yang
indah sekaligus tempat untuk memuja Shiva. Kolamnya yang besar disebut
sebagai miniatur Segara Anakan, danau kawah dari gunung berapi Rinjani
dimana mereka biasanya melakukan pemujaan dengan melemparkan barang
berharga ke dalam air. Sejalan dengan orang-orang yang terlalu tua untuk
mencapai gunung setinggi 3,726 meter, mereka membuat Narmada untuk
mewakilkan gunung dan danaunya. Di dekat kolam terdapat tempat untuk
pemujaan dan mata air yang dipercaya bias membuat awet muda.
c)
Pura Lingsar
Pura ini mungkin satu-satunya tempat pemujaan di dunia dimana Hindu dan
Muslim datang untuk melakukan pemujaan. Kira-kira 7 kilometer di sebelah
barat Narmada, pura ini dibangun pada tahun 1714 dan dibangun kembali
pada tahun 1878 untuk melambangkan keharmonisan dan persatuan antara
umat Bali Hindu dan Sasak Muslim di daerah tersebut, khususnya mereka
yang mentaati peraturan sekolah Islam Wetu Telu yang unik. Pura Bali
dibangun di tanah dataran tinggi, di belakang permukiman Muslim. Di
tanah yang agak rendah adalah mata air dan di halaman pura adalah tempat
diadakannya perang ketupat.
d)
Pura Agung Gunung Sari
Pura besar ini berada di atas perbukitan di Gunung Sari, kira-kira empat
kilometer dari Mataram, adalah saksi sejarah perang Puputan yang
terjadi pada 22 November 1894 antara putra mahkota terakhir dari
pemimpin Bali, Anak Agung Nengah dan pengikutnya dengan para tentara
Belanda di bawah pimpinan Jendral Van der Vetter.
e)
Sukarare
Ini adalah desa tempat kerajinan tenun yang terletak di sebelah selatan
Cakranegara. Lombok terkenal dengan kerajinan kain songketnya yang
indah. Penduduk di desa ini telah mewarisi kerajinan ini secara turun
temurun dari generasi ke generasi.
f)
Sengkol, pujut dan Rambitan
Waktu sepertinya tidak berputar di ketiga desa yang terletak di bagian
selatan Lombok, yang menghubungkan kota mataram ke pantai Kuta. Seluruh
rumah dan bangunan dibangun dengan gaya tradisional kuno dimana
kehidupan mereka seakan-akan tidak mengikuti perubahan jaman. Padang
gersangnya yang luas terlihat mengesankan dalam ketandusannya.
g)
Pantai Batu Bolong
Terletak 9 km dari pusat kota Mataram, pantai ini mempunyai batu besar
yang memiliki lubang di tengahnya. Sebuah pura berdiri menghadap selat
Lombok dan di seberangnya terlihat garis batas Gunung Agung, Bali.
Setelah berjemur, bersantai dan bersenang-senang di pantai yang indah,
cobalah untuk menunggu sampai sore untuk menyaksikan pemandangan
matahari terbenam yang menakjubkan yang pernah anda lihat ketika
matahari perlahan mulai menghilang di balik Gunung Agung dengan
warna-warnanya yang berkilauan.
h)
Taman Mayura
Taman Mayura adalah salah satu peninggalan dari kerajaan Karang Asem
Bali yang dibangun oleh Rajanya A.A. Ngurah pada tahun 1744. Di
tengah-tengah kolam besar terdapat bangunan yang disebut Balai Kambang
yang dulunya dipergunakan sebagai pengadilan sekaligus juga sebagai
balai pertemuan. Anehnya, arsitektur bangunan tersebut memperlihatkan
pengaruh Hindu dan juga Islam, sedangkan di sekitar tempat itu, patung
dibuat dari batu dengan nuansa haji.
i)
Pura Meru
Peninggalan Kerajaan Karang Asem yang lain adalah Pura Meru yang
terletak di Cakranegara, dekat dari Mataram. Pura ini dibangun pada
tahun 1720 di bawah pemerintahan Raja A.A. Made sebagai symbol persatuan
umat Hindu di Lombok. Beberapa bangunan juga ditemukan di dalam
kompleks pura ini, yang semuanya di desain untuk berbagai macam tujuan,
termasuk 33 bangunan kecil yang terletak di sebelah pura utama.
j)
Pantai Kuta
Dikenal juga dengan sebutan pantai Putri Nyale, Kuta yang terletak di
pantai bagian selatan Lombok Tengah adalah satu dari pantai di Indonesia
yang mempunyai pemandangan indah dan belum tersentuh. Dari Kuta
menempuh jarak 5 km menuju Tanjung Aan, sebuah bentangan pasir putih di
Samudera Hindia. Di sini tempat yang aman untuk berjemur dan berenang.
Lebih jauh kea rah barat adalah pantai tempat untuk para peselancar.
Setiap tahun, pada tanggal 19 di bulan kesepuluh pada kalender suku
Sasak, ketika ikan Nyale muncul ke permukaan laut, Pantai Kuta menjadi
ramai dengan berbagai macam festival.
Para nelayan berlayar ke laut sementara para pemuda pemudi berkumpul
di pinggir pantai untuk menikmati pesta, sambil menggoda satu sama lain
dan mungkin bisa berlanjut ke hubungan yang lebih serius.
k)
Gili Air, Gili Meno dan Gili Trawangan
Gili, dalam bahasa Sasak berarti “pulau”. Ketiga pulau ini terletak
berdekatan di barat laut pulau Lombok. Di sekitar pulau dipenuhi dengan
batu karang yang indah. Gili Air, pulau yang paling dekat, bias dicapai
dengan 10 hingga 15 menit dengan perahu motor dari pelabuhan Bangsal,
dekat Pamenang.
l)
Pantai Senggigi
Senggigi, di selatan Bangsal, memiliki pemandangan yang paling indah dan
paling populer di pulau Lombok dengan banyak fasilitas akomodasi yang
bagus. Batu karang tumbuh di pinggiran pantai.
m)
Gunung Rinjani
Gunung Rinjani, gunung volcano yang masih aktif setinggi 3.726 meter,
adalah satu dari gunung tertinggi di Indonesia. Di dasar kawah terdapat
kaldera yang membentuk danau kawah gunung berapi Segara Anak,
dikelilingi oleh tebing-tebing yang curam. Gunung ini populer di
kalangan para pendaki. Sembalun Bumbung dan Sembalun Lawang adalah dua
desa tradisional Sasak di kaki Gunung Rinjani.
n)
Tepas, Sumbawa
Sebuah desa di kaki gunung Batu Lante, 60 kilometer arah selatan Sumbawa
Besar, dimana rumah-rumah di desa ini dibangun dengan gaya arsitektur
tradisional.
o)
Gunung Tambora, Sumbawa
Gunung berapi Tambora dengan ketinggian 2.820 meter ini sudah tidak
aktif lagi sekarang. Terkenal dengan letusannya yang dahsyat pada 5 – 15
Juli 1815 dimana puing-puing berjatuhan, gas panas dan aliran lahar
membunuh lebih dari 12.000 orang. Lebih dari 44.000 orang meninggal
kelaparan diakibatkan oleh letusan tersebut. Di puncak gunung ini,
kaldera besarnya sekarang terdapat dua danau yang warnanya berbeda. Dari
lingkaran kawah, terlihat pemandangan dari pulau, laut, Gunung Rinjani,
dan pulau Lombok di kejauhan yang indah. Gunung ini menempati hampir
seluruh semenanjung Sanggar.
p)
Pulau Moyo
Pulau Moyo, di muara teluk Saleh, mempunyai cagar alam dengan banteng
liar, rusa, babi hutan dan berbagai variasi spesies burung. Untuk datang
ke pulau ini lebih baik dilakukan pada saat musim panas yaitu antara
bulan Juni hingga Agustus.
q)
Bima, Sumbawa
Istana kesultanan Bima sekarang sudah dijadikan Museum. Desa Dara
berjarak dua kilometer dari Kota Bima yang berada di sebelah timur
Sumbawa, dipercaya adalah tempat kerajaan Bima di masa lampau.
r)
Sape, Sumbawa
Para pembuat kapal membuat kapal layar secara tradisional di kota
pelabuhan di pantai timur Sumbawa. Sape adalah tempat keberangkatan yang
lebih dekat untuk perjalanan ke Pulau Komodo, tempat kadal Komodo
prasejarah berada.
s)
Pantai-pantai
Pantai lain yang juga bagus bias anda jumpai di Talolai dan Hangawera di bagian utara Bima dan Lunyuk di pantai selatan Sumbawa.
t)
Pantai Hu’u (Kabupaten Dompu)
Pantai pasir putih yang indah terletak di Samudera Hindia. Pantai ini
terkenal dengan ombaknya yang besar dan panjang yang bagus untuk
berselancar. Pantai ini dikelilingi oleh panorama yang cantik. Jaraknya
apabila ditempuh dari Dompu sekitar 37 km, bisa ditempuh menggunakan
mobil, dan di sini terdapat akomodasi yang simpel untuk para pengunjung.
u)
Pantai Ule (Kabupaten Bima)
Pantai yang tenang dengan pasir putih yang indah terletak di teluk Bima
dengan pulau kecil yang indah yang disebut Pulau Kambing. Di sini
terdapat kolam ikan dan pohon garoso (buah tropis) di sepanjang pantai.
Orang lokal biasanya menghabiskan liburan mereka di sana.
v)
Pantai Wane (Kabupaten Bima)
Terletak 60 km dari kota Bima dan bisa ditempuh dengan mobil. Pantai ini
memiliki pasir putih dan ombak yang besar, cocok untuk berselancar.
2) Wisata sejarah
Di pulau Lombok terdapat beberapa tempat untuk melihat dan mengunjungi
tempat-tempat bersejarah peninggalan kerajaan Islam dan Hindu, seperti
di wilayah Kabupaten Lombok Timur terdapat bekas peninggalan kerajaan
Islam terbesar Pulau Lombok yaitu Kerajaan Islam Selaparang yang
sekarang diabadikan namanya oleh salah satu Bandara di Pulau Lombok
yaitu Bandara Selaparang. Selain itu terdapat pula peninggalan Masjid di
Kabupaten Lombok Utara pada waktu penyebaran agama Islam pertama di
Pulau Lombok yaitu Masjid Bayan Beleq, tempat ini berlokasi di Kecamatan
Bayan dan dapat di tempuh dengan kendaraan Pribadi sekitar 3 Jam.
Selain itu terdapat juga Tirta Yatra (yang merupakan peninggalan
kerajaan Karangasem).
Foto 11: Masjid Bayan Beleq
Foto 12: Tirta Yatra
Istana Air Mayura (Bukti bahwa perbedaan itu Indah)
Istana Air Mayura dibangun oleh Anak Agung Anglurah Made Karang Asem
pada tahun 1744. Beliau adalah seorang Raja yang membesarkan Kerajaan
Karangasem di Lombok. Dahulu tempat tersebut yangbernama Kelepuk adalah
hutan belantara yang banyak dihuni oleh ular berbisa. Sewaktu akan
membangun tempat Mayura, Raja Bali tersebut meminta bantuan kepada Raja
Makassar yang kemudian mengirimkan burung merak untuk menakut-nakuti
ular di tempat tersebut. Sehingga nama tempat tersebut diganti menjadi
Mayora, dalam bahasa sanskerta berarti burung merak. Dalam lidah orang
Lombok, berubah menjadi Mayura (dibaca Mayure).
Mayura mempunyai 6 bangunan utama yaitu, Kolam air, Bale Loji (tempat
penyimpanan pusaka), Bale Tunggu, Bale Kambang, Pura Milu Kelepuk, dan
Pura Jagad Nata. Dalam komplek ini tersedia taman-taman yang asri dan
enak digunakan untuk bersantai. Cukup banyak muda-mudi bersantai di
sana.
Namun yang menarik adalah bangunan Bale Kambang yang berada di
tengah-tengah kolam air. Di sekitar Bale Kambang ini dihiasi oleh
patung-patung bercirikan orang muslim, yaitu Arab, Muslim Cina, dan
Jawa. patung orang Muslim tersebut berdiri di bagian Barat, Timur dan
Utara dari Bale Kambang berdampingan dengan bangunan linggih yang sangat
kental nuansa Hindu Balinya.
Bangunan Bale kambang adalah bangunan tempat bersidang dan menerima
tamu kerajaan Bali Karangasem dulunya. Kental dengan dengan ciri-ciri
Hindu, termasuk juga ornamen-ornamen di sekitarnya. Diberi nama Bale
Kambang, karena posisinya ditengah-tengah kolam air, seakan mengambang
diatas air. Dahulu juga ada bangunan penjara di sampingnya. Namun sayang
besi-besi penjara tersebut sudah tergerus oleh air dan waktu.
Menurut informasi yang di dapat, keberadaan patung orang Muslim di
antara bangunan Hindu tersebut adalah untuk membuktikan kerukunan di
Lombok sekaligus untuk mengenang bahwa Raja Bali dulu pernah dibantu
oleh Kerajaan Makassar yang muslim. Selain itu juga untuk mengenang
bahwa Islam dibawa masuk ke Lombok oleh orang Makassar, Arab, dan China.
Untuk yang dari China ditenggarai merupakan salah satu anggota
rombongan laksamana Ceng Ho, seorang panglima Muslim dari Cina yang
sangat terkenal.
Istana Air Mayura ini menjadi peninggalan sejarah yang selalu
mengingatkan kepada kita untuk selalu hidup berdampingan dalam perbedaan
dengan saling menghormati dan menghargai.
3)
Wisata Religi
Perjalanan spiritual ini adalah perjalanan persembahyangan mengunjungi
beberapa pura yang merupakan peninggalan kerajaan karangasem Lombok.
Perjalanan ini diawali dengan mengunjungi Pura Jagatnatha Mayura yang
merupakan istana Raja Karangasem Lombok, yang dibangun pada tahun 1744.
Istana ini terkenal dengan Bale Kambangnya yang berfungsi sebagai
pegadilan pada jamannya. Setelah itu perjalanan spiritual akan
dilanjutkan menuju Pura Meru yang dibangun pada tahun 1720 pada jaman
penjajahan Belanda. Pura ini juga dijadikan sebagai benteng pertahanan
pada waktu menghadapi agresi Belanda ke II. Pada saat agresi Belanda ke
II ini salah satu jendral Belanda gugur ditangan para kesatrya bali
(Lombok.) jendral Van Ham gugur ditangan para kesatrya bali yang gagah
berani. Jendral Van Ham dimakamkan dipemakaman umum umat Hindu di Karang
Jangkong Mataram.
Perjalanan dilanjutkan menuju pura Kalasa Narmada yang sangat
terkenal dengan Tirtha awet mudanya. Narmada diambil dari salah satu
nama sungai suci di India yang merupakan salah satu anak sungai Gangga.
Narmada merupakan miniature Gunung Rinjani dan dibangun pada tahun 1805
yang oleh raja pada saat itu digunakan sebagai istana musim kemarau.
Pura Kalasa Narmada sangat erat kaitannya dengan pura Mayura (istananya)
dan gunung Rinjani. Karena waktu raja berkuasa, selalu melakukan
upacara pulang pakelem di danau Segara Anak, tepatnya pada purnamaning
sasih kalima (5) untuk memohon hujan pada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan
pada Bhatare Bhatari yang melingga disana. Saat usia raja semakin
lanjut, maka beliau membangun Taman Narmada sebagai miniature gunung
rinjani lengkap dengan miniature danau segara anak.
8. Wisata budaya (Perang Topat, tradisi pencerminan kerukunan beragama di Lombok)
Sore itu Jumat (12/12/08) ribuan warga Sasak (Lombok) dan umat Hindu
berbaur di Pura Lingsar, KecamatanLingsar, Lombok Barat, Nusa Tenggara
Barat untuk merayakan “Perang Topat” yakni tradisi saling lempar dengan
menggunakan ketupat.
Dengan menggunakan pakaian adat ribuan warga Sasak dan umat Hindu
bersama-sama dengan damai merayakan upacara keagamaan yang dirayakan
tiap tahun di Pura Lingsar tepatnya setiap purnama ke-7 menurut kalender
Sasak.
Tradisi Perang Topat yang diadakan di Pura terbesar di Lombok
peninggalan kerajaan Karangasem itu merupakan pencerminan dari kerukunan
umat beragama di Lombok. Prosesi Perang Topat dimulai dengan
mengelilingkan sesaji berupa makanan, buah, dan sejumlah hasil bumi
sebagai sarana persembahyangan dan prosesi ini didominasi masyarakat
Sasak dan beberapa tokoh umat Hindu yang ada di Lombok. Sarana
persembahyangan seperti kebon odek, sesaji ditempatkan didalam Pura
Kemalik.
Prosesi kemudian dilanjutkan dengan perang topat, bertepatan dengan
gugur bunga waru atau dalam bahasa Sasaknya “rorok kembang waru” yakni
menjelang tenggelamnya sinar matahari sekitar pukul 17.30. Perang topat
merupakan rangkaian pelaksanaan upacara pujawali yaitu upacara sebagai
ungkapan rasa syukur umat manusia yang telah diberikan keselamatan,
sekaligus memohon berkah kepada Sang Pencipta. [Foto dan teks: Ahmad
Subaidi/ANTARAMataram.com]
9. Lalu lintas
Pulau Lombok yang berada hanya beberapa mil dari Pulau Bali, dengan
penerbangan hanya 20 menit Anda sudah sampai di Pulau Kayangan atau
sebutan lain dari Pulau Lombok, terdiri dari tiga Kabupaten dan satu
Kota Madya (Mataram) : yaitu Kabupaten Lombok dengan Ibu Kotanya yang
baru di Gerung. Lombok Tengah dengan Ibu Kotanya Praya dan Lombok Timur
dengan Ibu Kotanya Selong.
Airport Selaparang terletak di Mataram, ibu kota provinsi dan kota
terbesar di pulau ini. Berbagai macam maskapai penerbangan beroperasi
dari/ke Denpasar di Bali (25 menit penerbangan). Kapal ferry
menghubungkan Pelabuhan Lembar/Lombok dengan Pelabuhan Padang Bai/Bali
dalam waktu 1.5 jam dengan speed boat atau 4-6 jam dengan ferry normal,
bias juga menuju Gili langsung dari Padang Bai. Taksi dan minivan juga
menyediakan transportasi untuk ke semua tempat di pulau.
Jalan-jalan utama kebanyakan dalam kondisi yang sangat bagus, karena
jalan-jalan kecil sering kali berbahaya untuk mengemudi. Penyewaan motor
dan mobil juga terdapat di pusat pariwisata.
10. Pembagian administratif pemerintahan
Lombok termasuk provinsi Nusa Tenggara Barat dan pulau ini sendiri dibagi menjadi empat Daerah Tingkat II:
1. Kota Mataram
2. Kabupaten Lombok Barat
3. Kabupaten Lombok Tengah
4. Kabupaten Lombok Timur
5. Geografi, topografi dan demografi
Selat ombok adalah batas flora dan fauna Asia. Mulai dari Lombok ke arah
timur, flora dan fauna menunjukkan ciri-ciri khas Australia. Ilmuwan
yang pertama kali menyatakan hal ini adalah Alfred Russel Wallace,
seorang Inggris di abad ke-19. Untuk menghormatinya maka batas ini
disebut Garis Wallace.
Topografi pulau ini didominasi oleh gunung berapi Rinjani yang
ketinggiannya adalah 3.726 meter di atas permukaan laut dan membuatnya
yang ketiga tertinggi di Indonesia. Daerah selatan pulau ini adalah
sebuah ladang terbuka bebas yang subur dan ditanami dengan jagung, padi,
kopi, tembakau dan kapas.
Sekitar 80% penduduk pulau ini adalah suku Sasak, sebuah suku bangsa
yang masih dekat dengan suku bangsa Bali, tetapi sebagian besar memeluk
agama Islam. Sisa penduduk adalah orang Bali, Jawa, Tionghoa dan Arab.
11. Penutup
Demikianlah penjelasan singkat mengenai asal usul dan apa saja yang
menyangkut kehidupan masyarakat di Pulau Lombok. Semua data yang ada
dalam tulisan ini masih jauh dari sempurna. Semua dikarenakan
keterbatasan data dan informasi yang di dapatkan. Untuk itu kami sangat
mengharapkan dukungan informasi dari para pembaca sekalian sebagai bahan
masukan dan koreksi. Dengan harapan bahwa sejarah masa lalu dari pulau
Lombok ini menjadi kian jelas dan bisa lebih membangkitkan kecintaan
setiap generasi muda Indonesia, khususnya putra-putri Lombok.
Semoga kita tetap bisa melestarikan kepedulian terhadap sejarah dan
kenangan masa lalu. Karena dengan begitu kita pun telah melestarikan
hidup dan kehidupan.